Bahkan ada yang sebelumnya tidak berani membayangkan jika ia benar-benar akan tiba di Mekkah.

Kenapa demikian?

Sebab, di benaknya untuk ke Mekkah itu hanya bisa dilakukan oleh yang benar-benar kaya. Pada pikirnya, jika tidak berlebih harta, seperti mustahil dapat tiba di Mekkah. Maka, membayangkan pun ia tidak berani.

Saat mendengar seorang kerabat berpamitan karena hendak ke Mekkah, apa yang ia bayangkan? Berandai-andai saja jikalau ia pun di saat yang lain berganti pamitan.

Ketika menyaksikan rombongan pengantar jamaah umroh melintas di jalan raya, apakah yang melintas di benaknya sama dengan yang melintas di hadapannya? Ketika mulai berpikir kapankah dirinya diantarkan, langsung ia tepis sambil merasa pesimis.

Saudaraku, sudah banyak orang saya temui di Tanah Suci. Banyak pula cerita unik dan kisah inspiratif mereka yang menarik untuk ditelisik.

Rupanya, tidak sedikit yang tiba di Tanah Suci untuk beribadah justru orang-orang yang disebut kaya tidak bisa. Dikatakan berlebih harta pun tidak. Mereka adalah orang-orang yang Allah pilih untuk merasakan betapa lezat dan indahnya duduk bersimpuh di hadapan rumah-Nya, yakni Baitullah Ka’bah.

Orang-orang sederhana dalam berpenampilan. Orang-orang yang terlihat telah banyak merasakan pahit getir kehidupan. Wajah-wajah yang menyiratkan perjuangan berat untuk bisa berangkat ke Mekkah. Tatapan yang menceritakan tentang penantian lama. Sorot mata yang memberitakan mengenai panjangnya waktu mereka menunggu.

Mereka adalah saudara-saudara kita yang sekeinginan, yaitu berumrah ke Mekkah.

Bagaimana dengan yang dilapangkan rezekinya? Ingatlah bahwa Allah menitipkan harta kepada kita untuk dimanfaatkan sebagaimana perintah-Nya. Biaya yang kita pergunakan agar bisa berumrah merupakan rezeki yang patut disyukuri.

Namun, hidayah dari Allah sehingga hati ini tertata untuk berumrah jauh lebih harus disyukuri. Sebab, masih banyak saudara kita yang lapang rezekinya dan longgar dananya, tetapi belum terbetik di hatinya untuk berumrah.

Kadang,orang bertanya, ”Apakah tujuan berumrah?”

Kita bisa saja memberikan beberapa jawaban. Umrah adalah ibadah yang banyak ulama menyatakan wajib hukumnya sekali seumur hidup bagi yang mampu. Umrah merupakan usaha seorang hamba dalam memenuhi panggilan Allah. Berumrah dapat menggugurkan dosa. Bahkan di sebuah hadits Ibnu Umar, Nabi menjelaskan bahwa orang yang berumrah, permintaannya akan dikabulkan Allah.

Namun, kita mesti sadar bahwa ke Mekkah untuk berumrah, sebenarnya cara kita untuk mengukur syukur.

Ada orang bertanya kepada Wuhaib bin Al Ward, ”Berapakah pahala yang diperoleh jika seseorang thawaf tujuh putaran di Ka’bah?”

“Selalu saja ada orang menanyakan hal ini kepadaku,” jawab Wuhaib.

Kemudian Wuhaib mengatakan, “Seharusnya yang kamu tanyakan kepadaku adalah bagaimanakah cara bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kesempatan untuknya bisa thawaf di Ka’bah?”

Nah, inilah yang perlu kita renungkan! Sah-sah saja jika seseorang berumrah karena termotivasikan pahala besar yang dijanjikan. Berlipatnya nilai shalat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram. Peluang besar untuk beribadah di sana. Juga pahala-pahala yang pintunya terbukakan di sana.

Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa kesempatan berumrah itu harus disyukuri. Bisa beribadah di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram harus disyukuri. Bisa menyaksikan dan memandang Ka’bah secara langsung pun patut disyukuri. Merasakan suasana dan nuansa ibadah selama 24 jam harus disyukuri. Apa artinya?

Selesai berUmrah nantinya -insya Allah, masing-masing kita harus menilai diri sendiri, ”Apakah dirinya bisa menjadi hamba yang lebih baik dan lebih banyak bersyukurnya?”

Semoga berhasil. Jangan sampai gagal! Baarakallahu fiik

Al Ustadz Abu Nasim Mukhtar hafidzahullah
Lendah, 14 Nov 2022

By

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.