Yang dimaksud dengan ilmu dalam Ayat dan Hadits dan juga di dalam ucapan para Ulama adalah ilmu agama yang bersumber dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Yaitu mempelajari Al-Qurâan dengan Sunnah-Sunnah karena Hadits Rasulullah -shallallahuâalaihi wa sallam-, apakah ucapannya, perbuatannya, ataupun sikap-sikap dan persetujuannya merupakan penjabaran terhadap Al-Qurâan, sehingga mempelajari hadits Rasulullah -shallallahuâalaihi wa sallam- akan membawa seseorang untuk memahami Al-Qurâan dengan benar.
? Sebagaimana para Shahabat -radhiallahuâanhum ajmain- ketika mereka mendengar hadits mereka mengingat-ingatnya dan menghafalnya.
? Berkata Anas bin Malik -radhiallahuâanhu-: âKetika kami (para Shahabat) disisi Rasulullah -shallallahuâalaihi wa sallam- mendengarkan hadits dari beliau, maka kamipun berupaya mempelajarinya di kalangan kami dan mengingat-ingatnya hingga kami hafalâ(Jamiâ liakhlaqir-Rawi lil- Khatib Al-Baghdadi 1/236).
? Berkata Ali bin Abi Thalib -radhiallahuâanhu-: âIngat-ingatlah dan pelajarilah hadits jangan biarkan ia lenyapâ (Jamiâ liakhlaqir-Rawi wa Adabis- samiâ oleh Al-Khatib Al-Baghdadi 1/236)
? Demikian pula nasehat Ibnu Abbas -radhiallahuâanhu- :âJika kalian mendengar hadits, maka hendaknya saling mengingat diantara kalianâ (Jamiâ liakhlaqir-Rawi wa Adabis- samiâ oleh Al-Khatib Al-Baghdadi 1/236)
? Abu Said Al-Khudri -radhiallahuâanhu- berkata :âSampaikanlah hadits dan pelajarilah hadits sesungguhnya hadits itu saling berkaitan satu dengan lainnyaâ.(Jamiâ liakhlaqir-Rawi wa Adabis- samiâ oleh Al-Khatib Al-Baghdadi 1/236).
Yakni dengan satu hadits akan teringat hadits yang lain.
Demikian pula para ulama setelah mereka juga mempelajari Hadits dan menghafalkannya.
? Berkata Atha bin Abi Rabbah -rahimahullah- :âKetika kami di sisi Jabir bin Abdillah -radhiallahuâanhu- beliau menyampaikan hadits kepada kami, maka ketika kami keluar daari sisi beliau kamipun berupaya mengulang-ulang haditsnya dan bahwasanya Abu Zubair adalah yang paling hafal di kalangan kami terhadap haditsâ. (Jamiâ liakhlaqir-Rawi wa Adabis- samiâ oleh Al-Khatib Al-Baghdadi 1/236).
? Berkata Ibnu Abdil-Bar -rahimahullah-: âSepakat para ulama kaum muslimin bahwa agama ini dikenali dengan tiga ilmu. Mengenali inti keimanan dan keislaman yaitu mengenali tauhid dan keikhlasan. Dan tidak mungkin akan sampai kepada ilmu tersebut kecuali melaluiu Nabi -shallallahuâalaihi wa sallam-.Maka dialah yang menyampaikan dari Allah, yang menjelaskan maksudnya serta menjelaskan apa yang ada di dalam Al-Qurâan. (Jamiâ liayanil Ilmi Wa Fadhlih oleh Ibnu Absil-Bar 2/39)
? Berkata Al-Hafidz Ibn Rajab -rahimahullah-: âSetinggi-tinggi ilmu adalah ilmu tentang Allah yaitu ilmu yang mempelajari nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbiatan-perbuatan-Nya yang akan menjadikan seorang hamba mengenali Allah dengan benar, khusyu kepada-Nya, takut kepada-Nya, mencintai-Nya, mengagungkan-Nya, memuliakan-Nya, menghambakan diri kepada-Nya dan bergantung kepada-Nya. (Jamiâ liBayanil Ilmi Wa Fadhlih 2/39).
? Berkata Al-Khatib Al-Baghdadi -rahimahullah-: âWajib bagi setiap orang untuk mempelajari apa-apa yang harus dia kerjakan dan harus dia kenali dan apa-apa yang Allah wajibkan sesuai dengan kemampuannyaâ.(Jamiâ liBayanil Ilmi Wa Fadhlih 2/39).
? Berkata Al-Hafidz Ibnu Rajab -rahimahullah-: âKetahuilah bahwa ilmu tentang halal dan haram adalah ilmu yang mulia yang diantaranya ada yang farduâain untuk dipelajarinya dan ada juga yang fardu kifayahâ.
Namun telah disampaikan oleh para ulama bahwa yang fardu kifayah sekalipun lebih utama dari semua ibadah-ibadah Sunnah. Seperti dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal dan Ishaq ibnu Rahuyahâ.(Jamiâ liBayanil Ilmi Wa Fadhlih 2/39).
? Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi 34/th.IV 21 Djulhijjah 1429 H/19 Desember 2008 M