Di dalam kitab At-Tauhîd Alladzî Huwa ‘Alal ‘Abîd (Bagian Keempat puluh empat) Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah ta’ala berkata: “Imam At-Thabrani (dengan menyebutkan sanadnya) meriwayatkan: “Dahulu pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ada seorang munafik yang selalu menyakiti orang-orang mukmin, maka salah seorang dari orang mukmin berkata: “Marilah kita bersama-sama memohon perlindungan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya dihindarkan dari tindakan buruk orang munafik ini. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

«إِنَّهُ لَا يُسْتَغَاثُ بِي، وَإِنَّمَا يُسْتَغَاثُ بِاللَّهِ».

“Sesungguhnya aku tidak boleh dimintai perlindungan, hanya Allah sajalah yang boleh dimintai perlindungan.”

📘 (Kitab At-Tauhîd Alladzî Huwa Haqqullâh ‘Alal ‘Abîd, halaman : 44-45)

Hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz dalam Al-Fawaid Al-‘Ilmiyyah Minad Duruusil Baaziyyah 3/388.

Adapun istighatsah adalah ibadah dan ibadah harus ditujukan kepada Allah semata.

Istighatsah adalah seorang meminta pertolongan dan perlindungan dalam keadaan sempit untuk dihilangkan kesempitannya. Sedangkan doa lebih umum yaitu seorang meminta, baik dalam keadaan lapang ataupun sempit.  (Lihat: al-Mulakhkhash fi Syarh Kitabit Tauhid: 113) Istighatsah dan doa adalah ibadah, bilamana ditujukan kepada selain Allah maka ia menjadi sebuah kesyirikan.

Istighatsah yang disyariatkan terbagi menjadi dua, yaitu:

  • Pertama, istighatsah kepada Allah. Hukumnya disyari’atkan dan perintahkan.

Allah berfirman:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ الْمَلآئِكَةِ مُرْدِفِينَ

“(Ingatlah), ketika kalian memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagi kalian: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al-Anfal: 9)

Istighatsah itu bagian dari doa maka tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Sebagaimana dalam QS. Yunus: 106-107

Dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim disebutkan, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan:

 

أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ جُمُعَةٍ مِنْ بَابٍ كَانَ نَحْوَ دَارِ الْقَضَاءِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعْتِ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا قَالَ أَنَسٌ وَلَا وَاللَّهِ مَا نَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ سَحَابٍ وَلَا قَزَعَةً وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلَا دَارٍ قَالَ فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ فَلَمَّا تَوَسَّطَتْ السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ فَلَا وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا الشَّمْسَ سِتًّا

“Ada seseorang memasuki masjid pada hari Jumat dari pintu yang menghadap Darul Qadla’ (rumah ‘Umar bin Al Khaththab). Saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berdiri menyampaikan khutbah, orang itu lalu berdiri menghadap Rasulullah seraya berkata: “Wahai Rasulullah, harta benda telah habis dan jalan-jalan terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan buat kami!”

Anas bin Malik berkata: “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: “Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan.”

Anas bin Malik melanjutkan: “Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat sedikitpun awan baik yang tebal maupun yang tipis. Juga tidak ada antara tempat kami dan bukit itu rumah atau bangunan satupun. Tiba-tiba dari bukit itu tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan itupun menyebar lalu turunlah hujan.”

Anas bin Malik berkata: “Demi Allah, sungguh kami tidak melihat matahari selama enam hari. (HR. Bukhari: 1014, Muslim: 897)

  • Kedua, istighatsah kepada makhluk dalam hal yang mampu mereka lakukan, hukumnya boleh tapi dengan syarat.

Allah berfirman:

وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَىٰ حِينِ غَفْلَةٍ مِّنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَٰذَا مِن شِيعَتِهِ وَهَٰذَا مِنْ عَدُوِّهِ ۖ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِن شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَىٰ فَقَضَىٰ عَلَيْهِ ۖ قَالَ هَٰذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ ۖ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُّضِلٌّ مُّبِينٌ

“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir’aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: “Ini adalah perbuatan syaitan, sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). (QS. Al-Qashash: 15)

Syarat-syarat bolehnya istighatsah dengan makhluk:

1. Orang yang meminta istighatsah harus menyakini sepenuhnya bahwa tidak ada yang dapat memberi manfaat atau mudharat melainkan Allah semata.

Allah berfirman:

أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ

Ingatlah, bahwa penciptaan dan urusan hanyalah hak Allah. (QS. Al-A’raf: 54)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu :

يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ

“Hai nak, sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat; jagalah Allah niscaya Ia menjagamu, jagalah Allah niscaya kau akan menemui-Nya dihadapanmu, bila kau meminta, mintalah pada Allah dan bila kau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah, ketahuilah sesungguhnya seandainya umat ini bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak akan mampu memberi manfaat apa pun selain yang telah ditakdirkan Allah untukmu dan seandainya mereka bersatu untuk membahayakanmu, mereka tidak akan membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah ditakdirkan Allah padamu, pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering. (maksudnya takdir telah ditetapkan). (HR. Tirmidzi: 2516)

2. Yang dimintai pertolongan mampu untuk menolong.

3. Yang dimintai pertolongan adalah orang hidup. Adapun orang yang sudah meninggal dunia tidak bisa memberikan manfaat atau menolak mudharat dari dirinya sendiri, lantas bagaimana mungkin ia akan dapat memberikan pertolongan untuk orang lain.

4. Yang dimintai pertolongan hadir dan mengetahui. Istighatsah kepada yang tidak hadir sama halnya dengan istighatsah kepada yang sudah meninggal.

Istighatsah yang terlarang

Istighatsah yang haram yaitu apabila ditujukan kepada selain Allah dan tidak memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan di atas.


قال الشيخ محمد بن عبد الوهاب التميمي رحمه الله تعالى :

وَرَوَى الطَّبَرَانِيُّ: أَنَّهُ كَانَ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ ﷺ مُنَافِقٌ يُؤْذِي المُؤْمِنِينَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ:

قُومُوا بِنَا نَسْتَغِيثُ بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ مِنْ هَذَا المُنَافِقِ؛

فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ:

«إِنَّهُ لَا يُسْتَغَاثُ بِي، وَإِنَّمَا يُسْتَغَاثُ بِاللَّهِ».

(كتاب التوحيد الذي هو حق الله على العبيد, ص : ٤٤-٤٥)

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

🌎 WhatsApp Salafy Cirebon
⏯ Channel Telegram || https://t.me/salafy_cirebon
🖥 Website Salafy Cirebon :
www.salafycirebon.com

📳 Menyajikan artikel Faidah ilmiah

◻◻◻◻◻◻◻◻◻◻

By

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.