Oleh :
✍🏼 Al Ustadz Muhammad bin Umar As-Sewed –hafidzahullah–
3.CINTA AKAN MEMBAWA SESEORANG UNTUK CINTA KEPADA ORANG-ORANG YANG DICINTAI KEKASIHNYA
Kenyataan ini sudah difahami oleh setiap manusia yang berakal. Maka semestinya kita mengerti bahwa jika mencintai Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– berarti mencintai orang-orang yang dicintai oleh Rasulullah. Sedangkan Rasulullah hanya mencintai orang-orang yang dicintai oleh Allah –Subhanahu wa Ta’ala-. Maka jelaslah bahwa cinta kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– konsekuensinya adalah cinta kepada orang-orang beriman yang tidak merusak imannya dengan kesyirikan, mengikuti Sunnah dan tidak mengotorinya dengan bid’ah.
“Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh”.(Al-A’raaf:196)
4.SEBALIKNYA CINTA MEMBAWA SESEORANG UNTUK BENCI KEPADA YANG DIBENCI KEKASIHNYA
Kenyataan inipun sudah diketahui bersama. Tidak mungkin seseorang mengaku cinta tetapi ia berkasih sayang dengan musuh-musuh kekasihnya. Allah –Ta’ala– berfirman :
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka”.(Al-Mujaadilah : 22)
Demikianlah seseorang yang mengaku cinta kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– tidak akan berkawan dengan musuh-musuh Rasul dan musuh-musuh sunnah. Demikian pula seseorang yang cinta kepada Rasul pasti akan benci kepada perkara-perkara bid’ah dan ahlul- bid’ah.
Sudah sangat terkenal kebencian Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– kepada bid’ah dan ahlul-bid’ah. Bahkan pernah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkhutbah dengan suara yang keras dan dengan marah menyatakan :
”Sesungguhnya sejelek-jelek perkara adalah perkara baru yang ditambah-tambahkan dalam agama, karena setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan setiap kebid’ahan adalah sesat”.(H.R. Muslim dan Abu Dawud)
Pernah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– membacakan ayat :
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya...”(Ali Imran : 7 )
Kemudian berkata kepada Aisyah –radhiallahu ‘anha– :
”Kalau engkau melihat orang yang mecari-cari ayat yang samar untuk mencari fitnah, maka merekalah yang dimaksud oleh Allah. Hati-hatilah dari mereka”.(H.R. Bukhari dan Muslim)
5. CINTA MEMBAWA SESEORANG UNTUK MEMBELANYA DENGAN SEPENUH HATI
Maka seseorang yang cinta kepada Rasulullah –shallallahu ‘alahi wa sallam– semestinya ia membela Nabinya, membela ajarannya dan membela sunnah-sunnahnya. Ia gembira dengan apa yang menggembirakan Rasulullah –shallallahu a’alaihi wa sallam– dan dia marah dengan apa yang menyebabkan Rasulullah marah, ia berupaya untuk melindungi fisiknya dari tikaman musuh-musuhnya. Dan berupaya melindungi pribadinya dari cercaan penentang-penentangnya. Termasuk melindungi dan membela Rasululah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– adalah membela sunnah-sunnahnya dari para perusak-perusak agama. Perusak agama ada berbagai macam jenis diantaranya :
1. Orang-orang bodoh yang sok pintar.
2. Orang-orang ekstrim yang melampaui batas.
3. Para penentang sunnah.
Golongan pertama akan menyampaikan berbagai macam penyelewengan sunnah dengan kebodohannya.
Golongan kedua akan menyeret-nyeret sunnah kepada pemikiran ekstrimnya.
Dan golongan ketiga menyeret-nyeret sunnah untuk ditolak lafadz-lafadznya atau maknanya.
Namun –Alhamdulillah– dengan kasih sayang Allah muncul para pembela-pembela sunnah yang melapangkan kembali jalan-jalan sunnah, membersihkan kembali dari kotoran-kotoran penyelewengan yang dilakukan oleh golongan-golongan tadi. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Akan membawa Agama ini pada setiap generasi orang-orang adilnya, yang akan membersihkannya dari penyelewengan orang-orang ekstrim, pemahaman orang-orang bathil dan ta’wilnya orang-orang bodoh”. (H.R. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Miskatul Mashaabih)
📇 Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi 28/th.IV 27 Sya’ban 1429 H / 29 Agustus 2008 M