MENGHAFAL ayat-ayat Alquran. Merenungi makna hadis. Memahami kitab nahwu. Para penuntut ilmu tak pernah jemu. Mereka bertarung dengan waktu. Di balik dinding asrama. Di antara gema azan. Terus menghunus semangat. Hingga saat tertentu. Tiba waktu turun gunung.

Begitu sekelumit kehidupan santri. Di pondok-pondok pesantren ahlussunnah. Belajar ilmu agama. Merupakan bagian dari jihad. Dengan secarik kertas dan sepercik tinta. Menumbuhkan pribadi yang tabah. Individu tangguh. Siap berdakwah di mana pun. Demi syiar agama. Demi menunaikan doa ayah-bunda.

Tanggung jawab seorang santri tidak ringan. Usai nyantri. Bersiap jadi da’i. Menyampaikan ilmu yang diraih. Menunjukkan akhlak mulia. Mengamalkan bimbingan nabi. Di setiap inci kehidupan. Santri yang beranjak dewasa. Juga menjadi bagian masyarakat. Mesti membina hubungan sosial yang baik. Dengan lingkungan sekitar. Sesuai aturan Alquran.

Pelibatan santri dalam aksi kemanusiaan. Merupakan sarana efektif. Guna membangun jiwa solidaritas. Sekaligus mendidik proses pendewasaan. Duka Lombok masih terasa. Menyusul Palu. Donggala. Disapa nestapa. Harapan mesti tetap menyala. Tak boleh sirna. Tiap sudut kota melesatkan doa. Mengiringi aksi para pemuda. Di kawasan terdampak bencana.

Pengurus pondok pesantren ahlussunah. Sunni-salafi senusantara. Berupaya responsif. Bertindak cepat dan tepat. Bersinergi. Menjalin koordinasi. Membangun empati. Pada ujian menimpa negeri. Santri dewasa dikirim ke garis depan. Menyalurkan bantuan. Moril. Sprirituil. Materiil.

Tim relawan santri. Gelombang pertama. Berangkat, Senin (1/10). Menempuh jalur darat. Menyeberangi selat Bali dan Lombok. Mereka antusias ingin berbuat. Dilandasi niat tulus dan keimanan. Coba meringankan beban penduduk bumi Rinjani.

Dari channel Telegram: pedulibencana. Saya gabung kemarin pagi. Tercatat ada santri asal Majalengka: Nizar. Rekan setimnya dari Kediri, Klaten, Blitar, Jember, Solo, Pekalongan dan Jogja. Mereka berangkat dari Ponpes As Salafy, Jember. Pondok seperjuangan Ponpes Dhiya’us Sunnah, Cirebon. Sementara payung koordinasi skala nasional. Di bawah Yayasan Darul Hadits Lombok dan Yayasan Miratsul Anbiya Palu. Bersama Komunitas Ahlussunnah wal Jamaah se-Indonesia.

Pengasuh Ponpes As Salafy, Ustad Luqman Ba’abduh. Cukup dikenal warga Kota Udang. Beberapa kali beliau mengadakan daurah (tablig akbar). Terakhir, 29 April lalu di Masjid Kompleks Pertamina, Klayan. Persis sepekan setelah pengasuh Ponpes Dhiya’us Sunnah, Ustad Muhammad As Sewed, daurah di tempat yang sama.

Setelah pembekalan khusus. Plus suntikan motivasi serta taushiyah. Relawan santri mengibarkan bendera start. Membawa perlengkapan tempur: Berdus-dus logistik. Ada logistik urusan perut. Logistik medis. Logistik ruhani; buku-buku bacaan Islami. Tidak lupa majalah bertagline Ilmiah dan di Atas Sunnah: Asy Syariah. Juga logistik pendukung buang hajat: kloset. Logistik pertukangan. Logistik herbal penjaga stamina: madu dan habatussauda (jintan hitam).

Logistik psikis tidak diabaikan. Ini penting. Bagi anak-anak korban bencana. Maka pensil warna dibawa. Lembar mewarnai disiapkan. Media gunting tempel diberikan. Guna menghilangkan trauma pascabencana. Dan penat selama di tenda pengungsian. Anak-anak perlu diberi hiburan yang mendidik. Dihilangkan kesedihan. Dibangkitkan harapannya. Menyongsong hari esok lebih baik. Biidznillah…

Selain mahir membaca Alquran. Paham ilmu akidah dan sunnah. Tahu mana halal. Mana Haram. Para santri juga dibekali kemampuan mengajar. Mendekatkan diri pada masyarakat. Sehingga goal-nya masyarakat tetap eling. Waras. Sehat jasmani-ruhani. Di tengah kepungan bencana. Di antara gempa bersusulan. Mereka merasa tidak dilupakan. Saudara sebangsa. Bahkan lintas benua. Memberi perhatian. Membebat luka. Mengubur duka. Meniupkan angin kesabaran. Meyakinkan pertolongan Allah itu dekat.

Rencana selama satu bulan. Relawan santri terjun ke medan laga. Berjibaku membantu masyarakat. Membangun posko koordinasi. Juga membenahi kamp pengungsian. Mereka mengantongi kemampuan SAR. Search And Rescue. Medis dasar serta P3K. Jangan meremehkan ini.

Karena di kawasan terdampak bencana. Sebelum kita menolong orang. Atau mengevakuasi korban. Secara individu harus survive (bertahan) dulu. Wajib tahu teknik dasar SAR. Jangan sampai tim penolong, malah ditolong. Kebalik hehe…

Petugas pelatihan adalah Pak Sahirudin. Staf pengajar K3 Darurat. Di salah satu anak perusahaan PLTU Paiton, Probolinggo. PLTU yang pernah diliput oleh sahabat saya. Sesama wartawan dulu. Sekarang redaktur halaman tulisan ini (senyum).

Donasi Empat Bahasa

Selain channel Telegram. Perkembangan situasi di lapangan. Juga bisa diakses di website: pedulibencana.com. Imbauan menghimpun bantuan. Skala nasional dan internasional juga disampaikan. Asatidzah memutuskan. Siaran penggalangan donasi lewat empat bahasa: Indonesia, Arab, Inggris dan Belanda. Sehingga gaung peduli korban bencana Lombok dan Sulteng lebih luas lagi.

Bahasa negeri Makkah-Madinah: Da’mul Mushabiin fi Loombok wa Suulawesi al Wustha. Bahasa wong Manchester: Donations For The Victims In Lombok And Sulawesi. Dan, Giften Voor De Slachtoffers In Lombok En Sulawesi, pesan wong Londo. Bantuan segera berdatangan. Dari negeri kanguru. Negeri singa. Negeri si mbah Elizabeth. Negeri bunga tulip. Sampai negeri abang Trump. Semua ambil bagian. Memeluk negeri Teuku Umar. “Mereka murni membantu. Tidak ada unsur politik. Atau muatan apa pun,” kata panitia, Humas Program Peduli Lombok dan Sulteng.

Solidaritas Pelukis Salafi

Dari hobi menjadi donasi. Pegiat kuas dan kanvas beraksi. Bazar lukisan digelar. Karya ditawarkan. Secara online. Hasilnya masuk ke bendahara Program Peduli Bencana. Salah satu pelukis, Abu Yahya Deni mengungkapkan, lelang lukisan bakal berlanjut. Tidak ditentukan sampai kapan. “Sudah tiga terjual. Kita nikmati berkarya, sambil membantu sesama,” katanya.

Akh Deni melanjutkan, lukisan yang ditawarkan merupakan stok. Karya terbaru juga disiapkan. Diameter lukisan mulai 20×25 cm sampai satu meter lebih. Ada yang memakai cat minyak. Ada yang aklirik. Tidak ada gambar makhluk hidup. Ada gambar undakan sawah khas Ubud. Gulungan ombak. Sandal jepit di atas tegel: Bisaan mirip banget! “Setelah mengaji (salafi), saya ajak teman pelukis tetap menggambar. Tapi yang syar’i (bukan makhluk hidup, pen),” tutur pelukis yang sempat mukim di Bali itu.

Belum bisa langsung ke lokasi. Santri dan santriwati Ponpes Al Ittiba, Sumpiuh, Cilacap, juga mengirimkan bantuan. Upaya mereka patut diapresiasi. Berusaha mendidik diri. Berderma sejak muda. Mengumpulkan infak. Mempererat rasa kemanusiaan. Tanpa memandang etnis. Maupun suku. Ini bakal melegakan saudara-saudara mereka. Membuka ruang yang mengimpit dada. Mengangkat kesusahan dan kesulitan.

Kita memuji Allah. Atas segala pertolongan-Nya. Dan senantiasa mengingat sabda Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam: “Seorang mukmin dengan mukmin lain seperti satu bangunan kuat. Saling menguatkan sesama mereka.” (HR. Bukhari). Kita tengadahkan tangan ke langit. Tak lupa ulurkan tangan di bumi.

Peran aktif santri di tengah bencana. Adalah poin penting. Menyelaraskan hubungan vertikal dan horizontal. Berusaha melembutkan hati manusia. Seperti yang diajarkan Rasulullah. Sehingga akan mendatangkan hikmah. Tersebarnya dakwah tauhid dan sunnah. Di tengah berbagai kemaksiatan. Kegelapan syirik dan bid’ah. Salam hangat dari kami, Komunitas Ahlussunnah wal Jamaah Sunni Salafi Indonesia. (*)

*) Ditulis M Rona Anggie, santri tamu Pondok Pesantren Dhiya’us Sunnah, Kota Cirebon.

Sebagaimana yang telah diterbitkan di Radar Cirebon Edisi Kamis 04 Oktober 2018 dan di http://www.radarcirebon.com/bakti-santri-untuk-negeri.html

By

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.