Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah

📭 Pertanyaan:

Tentang tidur di masjid, berbicara, dan berjalan dengan memakai sandal di tempat-tempat shalat — apakah hal itu diperbolehkan atau tidak?

📨 Jawaban:

1️⃣. Adapun tidur di masjid kadang-kadang bagi orang yang membutuhkannya, seperti orang asing (musafir) atau orang miskin yang tidak memiliki tempat tinggal, maka diperbolehkan. Namun, menjadikan masjid sebagai tempat bermalam dan tempat tidur di siang hari secara tetap (seperti rumah pribadi), maka dilarang.

2️⃣. Adapun berbicara di masjid — jika pembicaraannya termasuk hal yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka hal itu baik (diperbolehkan). Namun, jika pembicaraan tersebut haram, maka keharamannya lebih berat bila dilakukan di masjid. Begitu pula hal-hal yang makruh, hukumnya semakin makruh bila dilakukan di masjid. Bahkan berbicara tentang hal-hal mubah yang tidak bermanfaat pun termasuk makruh dilakukan di masjid.

3️⃣. Adapun berjalan dengan memakai sandal, maka boleh, sebagaimana para sahabat dahulu berjalan dengan sandal mereka di Masjid Nabi ﷺ. Akan tetapi, hendaknya seseorang ketika datang ke masjid melakukan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah ﷺ, yaitu melihat sandalnya terlebih dahulu; jika di sandalnya terdapat kotoran atau najis, maka hendaklah ia menggosoknya di tanah, karena tanah dapat menjadi penyuci bagi kedua sandal tersebut. Wallahu a‘lam.


مَسْأَلَةٌ :
فِي النَّوْمِ فِي الْمَسْجِدِ، وَالْكَلَامِ وَالْمَشْيِ بِالنِّعَالِ فِي أَمَاكِنِ الصَّلَاةِ، هَلْ يَجُوزُ ذَلِكَ أَمْ لَا؟

الْجَوَابُ :

أَمَّا النَّوْمُ أَحْيَانًا لِلْمُحْتَاجِ مِثْلِ الْغَرِيبِ وَالْفَقِيرِ الَّذِي لَا مَسْكَنَ لَهُ فَجَائِزٌ، وأَمَّا اتِّخَاذُهُ مَبِيتًا وَمَقِيلًا فَيُنْهَوْنَ عَنْهُ.

وَأَمَّا الْكَلَامُ الَّذِي يُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ فِي الْمَسْجِدِ فَحَسَنٌ، وأَمَّا الْمُحَرَّمُ فَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ أَشَدُّ تَحْرِيمًا، وَكَذَلِكَ الْمَكْرُوهُ. ويُكْرَهُ فِيهِ فُضُولُ الْمُبَاحِ.

وَأَمَّا الْمَشْيُ بِالنِّعَالِ فَجَائِزٌ، كَمَا كَانَ الصَّحَابَةُ يَمْشُونَ بِنِعَالِهِمْ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ ﷺ، وَلَكِنْ يَنْبَغِي لِلرَّجُلِ إِذَا أَتَى الْمَسْجِدَ أَنْ يَفْعَلَ مَا أَمَرَهُ بِهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ، فيَنْظُرَ فِي نَعْلَيْهِ، فَإِنْ كَانَ بِهِمَا أَذًى فَلْيَدْلُكْهُمَا بِالتُّرَابِ، فإِنَّ التُّرَابَ لَهُمَا طَهُورٌ، وَاللهُ أَعْلَمُ.

📘 Sumber: Kitab Al-Fataawa al-Kubraa, cet. Dārul Kutub al-‘Ilmiyyah, jilid 2, hlm. 84.

Penjelasan Tambahan:

Para sahabat memakai sandal di masjid bukan karena mereka menganggap masjid boleh dikotori,
tetapi karena kondisi masjid pada masa Rasulullah ﷺ berbeda dengan masjid sekarang. Kondisi Masjid Nabawi pada zaman Rasulullah ﷺ:

  1. Lantainya berupa tanah berpasir.
  2. Atapnya dari pelepah kurma, tiangnya dari batang kurma.
  3. Tidak ada karpet, ubin, atau lantai seperti yang kita kenal sekarang.

Oleh karena itu, memakai sandal di masjid tidak menyebabkan lantai menjadi kotor, sebab lantainya memang tanah, dan debu tanah itu sendiri suci.

Catatan Bahasa:

مَبِيت (Mabiit):

Tempat beristirahat di malam hari.

المَقِيل (al-Maqīl):

Tempat beristirahat atau tidur di tengah hari (qailulah).

 

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

 

📳 WhatsApp Salafy Cirebon
⏯️ Channel Telegram || https://t.me/salafy_cirebon
📟 Website Salafy Cirebon :
www.salafycirebon.com

📊 Menyajikan artikel faedah ilmiah

By

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.