Kebodohan Ingkarus Sunnah III (Al-Qurโan Terpelihara Lafal dan Maknanya)
Penulis : Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Setelah kita mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam diutus untuk menjelaskan makna-makna al-Qurโan, maka Allah pun menjaga keotentikan hadits Rasul shallallahu โalaihi wasallam untuk menjamin terpeliharanya al-Qurโan secara lafadh dan maknanya. Allah subhanahu wa Taโala berfirman:
ุฅููููุง ููุญููู ููุฒููููููุง ุงูุฐููููุฑู ููุฅููููุง ูููู ููุญูุงููุธูููู. ุงูุญุฌุฑ: 9
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-dzikra (al-Qurโan), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (al-Hijr: 9)
Tentunya penjagaan ini tidak hanya pada lafadznya. Apa jadinya jika al-Qurโan terjaga lafadznya tetapi tidak terjaga makna-maknanya? Bagaikan penemuan lafadz-lafadz asing peninggalan jawa kuno atau mesir kuno dalam keadaan tidak ada yang mampu memahaminya.. Atau dipahami makna-makna kalimatnya tetapi tidak dipahami maksud-maksudnya sehingga manusia berselisih dan bertikai dalam memahaminya.
Sungguh tidak demikian dengan al-Qurโan! Allah memelihara al-Qurโan dengan memelihara pula bahasa Arabnya yang sampai hari ini masih dipakai dan dipergunakan. Demikian pula Allah memelihara al-Qurโan dengan memelihara pula maksud-maksudnya dan contoh-contoh prakteknya yang terkandung dalam hadits-hadits Nabi shallallahu โalaihi wasallam, Alhamdulillah. Sehingga al-Qurโan terjaga secara lengkap lafadh, makna dan contoh prakteknya.
Oleh karena itulah Allah menyebut dalam kalimat di atas dengan kalimat โAdz-Dzikraโ (peringatan) yang tentunya mencakup al-Qurโan dan al-Hadits. Sebagai bukti kita lihat kalimat yang sama pada ayat lain sebagai berikut:
ููู ูุง ุฃูุฑูุณูููููุง ู ููู ููุจููููู ุฅููุงูู ุฑูุฌูุงูุงูู ูููุญูู ุฅูููููููู ู ููุงุณูุฃููููุง ุฃููููู ุงูุฐููููุฑู ุฅููู ููููุชูู ู ูุงู ุชูุนูููู ูููู. ุงููุญู: 43
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai adz-dzikra (pengetahuan) jika kamu tidak mengetahui. (an-Nahl: 43)
Apakah โahludz dzikriโ adalah orang yang hanya mengerti al-Qurโโan secara lafadz-lafadznya saja? Atau para ulama yang memahami al-Qurโan, al-Hadits dengan keterangan tafsir dan penjelasanya dari para sahabat, tabiin dan para Ulama? Tentu saja yang dimaksud adalah yang kedua yaitu para ulama yang mengerti ilmu agama secara lengkap.
Para pengingkar sunnah rupanya terpengaruh dengan racun-racun orientalis yang berupaya untuk membuat keraguan terhadap keotentikan hadits. Mereka mengatakan bahwa โhadits ditulis setelah sekian puluh tahun wafatnya Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam โ. Atau syubhat Syiโah rafidhah yang mengatakan: โpara sahabat adalah para politikus yang berebut kekuasaan maka mereka berlomba-lomba membuat hadits palsu untuk mendukung pribadinyaโ. Dan lain-lain.
Untuk membantah syubhat syiโah cukup dengan ayat-ayat dalam al-Qurโan yang memuji para shahabat dan menyebutkan keutamaan mereka.
Mengapa mereka membedakan al-Qurโan dan al-hadits padahal keduanya sampai kepada kita dengan cara yang sama yaitu dengan cara periwayatan?
Kalau alasan mereka bahwa al-Qurโan telah tercatat semasa nabi masih hidup, maka kita katakan bahwa al-hadits pun tercatat semasa hidup Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam. Jika alasan mereka bahwa al-Qurโan diriwayatkan secara mutawatir, maka kita katakan bukankah hadits pun banyak yang diriwayatkan secara mutawatir?
Syubhat Orientalis
Sesungguhnya mereka para pengingkar sunnah adalah buah hasil upaya pengkaburan yang dilancarkan oleh orientalis barat. Mereka mengatakan: โHadits-hadits ditulis setelah 90 tahun wafatnya Rasulullah, setelah banyak yang terlupakan dan hilang sehingga hadits-hadits seringkali melampaui batas dan berlebih-lebihanโ.
Yang mereka maksud โsepertinyaโ adalah bahwa masa penulisan hadits secara resmi dengan perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Padahal bukan berarti tidak ada para shahabat yang menulis secara pribadi, seperti tulisan Abdullah bin Amr bi Ash yang catatan-catatannya dia beri nama ash-Shadiqah.
Dan juga Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam beberapa kali menyuruh untuk menulis masalah-masalah fiqih seperti masalah zakat, perjanjian Hudaibiyah, khutbah beliau dan lain-lain. Di antaranya ucapan Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam,:
ุฃูููุชูุจูููุง ููุฃูุจูู ุดูุงูู. ุฑูุงู ุงูุจุฎุงุฑู
Tulislah untuk Abi Syah! (HR. Bukhari dengan Fathul Bari, juz 1 hal. 278)
Shahifah ash-Shadiqah
Adapun penulisan hadits oleh Abdullah bin Amr bin Ash adalah dengan izin khusus dari Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam.
Disebutkan dalam riwayat Bukhari dari Wahb bin Munabbih dari saudaranya bahwa dia mendengar Abu Hurairah radhiallahu โanhu berkata:
ู ูุง ู ููู ุฃูุตูุญูุงุจู ุงููููุจููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุฃูุญูุฏู ุฃูููุซูุฑู ุญูุฏูููุซูุง ุนููููู ู ููููู ุฅููุงูู ู ูุง ููุงูู ู ููู ุนูุจูุฏู ุงูููู ุจููู ุนูู ูุฑููุง ููุฅูููููู ููุงูู ููููุชูุจู ูููุงู ุฃูููุชูุจู. ุฑูุงู ุงูุจุฎุงุฑู ู ุน ุงููุชุญ ุฌ 1 ุฑูู 113 ุต 279
โTidak ada seorang pun yang lebih banyak riwayat haditsnya daripada aku kecuali yang ada pada Abdullah bin Amr bin Ash. Karena dia dulu menulis, sedangkan aku tidak menulis.โ (HR. Bukhari dengan Fathul Bari juz 1 hal. 279)
Ibnu Hajar dalam Syarhnya menukil lafadh lainnya dari Abu Hurairah radhiallahu โanhu yang menyebutkan izin dari Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam untuk Abdullah bin Amr bin Ash:
ู ูุง ููุงูู ุฃูุญูุฏู ุฃูุนูููู ู ุจูุญูุฏููุซู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ู ููููู ุฅููุง ู ูุง ููุงูู ู ููู ุนูุจูุฏู ุงูููููู ุจููู ุนูู ูุฑูู ููุฅูููููู ููุงูู ููููุชูุจู ุจูููุฏููู ููููุนูููู ุจูููููุจููู ููููููุชู ุฃูุนูููู ุจูููููุจูู ูููุงู ุฃูููุชูุจู ุจูููุฏูู ููุงุณูุชูุฃูุฐููู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ููู ุงููููุชูุงุจู ุนููููู ููุฃูุฐููู ูููู. ุฑูุงู ุฃุญู ุฏ ูุงูุจูููู ูุงูุนููููุ ุงูุธุฑ ูุชุญ ุงูุจุงุฑู ุฌ 1 ุต 280
Tidaklah seorang pun yang lebih mengetahui hadits Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam> dariku kecuali apa yang ada pada Abdullah bin Amr bin Ash. Karena dia menulis dengan tangannya dan memahami dengan hatinya. Sedangkan aku memahami dengan hatiku tapi aku tidak menulis dengan tanganku. Ia meminta izin kepada Rasulullah untuk menulis ucapan-ucapannya. Maka Rasulullah pun mengizinkannyaโ. (HR. Ahmad, Baihaqi dan al-Uqaili dengan sanad yang hasan).
Demikian pula diriwayatkan langsung dari Abdullah bin Amr bin Ash bahwa dia berkata:
ููููุชู ุฃูููุชูุจู ููููู ุดูููุกู ุฃูุณูู ูุนููู ู ููู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุฃูุฑููุฏู ุญูููุธููู ููููููุชูููู ููุฑูููุดู ููููุงูููุง ุฃูุชูููุชูุจู ููููู ุดูููุกู ุชูุณูู ูุนููู ููุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุจูุดูุฑู ููุชููููููู ู ููู ุงููุบูุถูุจู ููุงูุฑููุถูุง ููุฃูู ูุณูููุชู ุนููู ุงููููุชูุงุจู ููุฐูููุฑูุชู ุฐููููู ููุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ููุฃูููู ูุฃู ุจูุฃูุตูุจูุนููู ุฅูููู ููููู ููููุงูู ุงููุชูุจู ููููุงูููุฐูู ููููุณูู ุจูููุฏููู ู ูุง ููุฎูุฑูุฌู ู ููููู ุฅููุงูู ุญูููู. ุฑูุงู ุฃุญู ุฏ ูุฃุจู ุฏุงูุฏุ ุงูุธุฑ ูุชุญ ุงูุจุงุฑู ุฌ 1 ุต 281
Aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah. Kemudian orang-orang Quraisy melarangku seraya berkata: โApakah engkau menulis segala sesuatu dari Rasulullah, padahal dia manusia yang berbicara kadang marah, kadang ridha?โ Aku pun berhenti menulis dan aku sampaikan kejadian itu kepada Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam. Maka beliau berkata seraya mengisyaratkan dengan jarinya ke mulut beliau: โTulislah! Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah keluar dari mulutku ini kecuali kebenaranโ. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Oleh karena itu para ulama memadukan riwayat-riwayat di atas dengan riwayat larangan Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam untuk menulis selain al-Qurโan, yaitu:
ูุงู ุชูููุชูุจููุง ุนููููู ููู ููู ููุชูุจู ุนููููู ุบูููุฑู ุงููููุฑูุขูู ููููููู ูุญููู ููุญูุฏููุซููุง ุนููููู. ุฑูุงู ู ุณูู
Jangan tulis dariku kecuali al-Qurโan! Barangsiapa yang menulis selain al-Qurโan hendaklah menghapusnya! (HR. Muslim)
Mereka memadukannya dengan beberapa pendapat. Di antaranya mereka ada yang menyatakan bahwa hadits larangan tersebut terbatalkan dengan hadits diizinkannya menulis hadits. Yang demikian karena hadits yang melarang penulisan hadits terjadi pada awal sejarah perjalanan Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam, sedangkan diizinkannya menulis terjadi pada masa-masa akhir ketika sebagian besar ayat-ayat al-Qurโan sudah turun.
Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Ibnul Qayyim dalam Zaadul Maโad, juz 3 hal. 457.
Sebagian ulama yang lain menyatakan bahwasanya hadits yang melarang adalah melarang untuk mencampurkannya dalam satu catatan antara al-Qurโan dan hadits. Demikian pula pendapat yang lain bahwa larangannya adalah umum sedangkan kebolehannya adalah khusus bagi Abdullah bin Amr bin Ash, sehingga dengan ini kekhawatiran tercampurnya al-Qurโan dan hadits hilang. (Lihat Fathul Bari, juz 1 hal. 281)
Semua ini menunjukkan bahwa hadits pun sudah ada yang tercatat pada zaman Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam masih hidup. Maka tidak ada yang meragukan keotentikan hadits yang memang telah terbukti kebenarannya riwayatnya, kecuali orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit seperti para orientalis kafir, Syiโah Rafidhah dan para pengingar sunnah.
Catatan para shahabat
Apalagi setelah Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam wafat, yang berarti seluruh ayat-ayat al-Qurโan telah turun secara lengkap, maka para shahabat pun sepakat memahami bolehnya mencatat hadits-hadits Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam. Sejak saat itu muncullah berbagai macam shahifah-shahifah yang merupakan catatan para shahabat yang mereka tulis di dalamnya ucapan-ucapan Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam, seperti shahifah Abu Hurairah yang diberi nama ash-Shahifah dan disalin ulang serta diriwayatkan oleh muridnya Hammam ibnu Munabbih. Demikian pula shahifah-shahifah lain seperti Shahifah Saโad bin Ubadah al-Anshari, Shahifah Abu Musa al-Asyโari, Shahifah Jabir bin Abdullah, Shahifah Abdullah bin Abi Aufa dan lain-lain. Bahkan di antara salinan buku-buku tersebut kini masih ada dan terpelihara di museum-museum Eropa. Semestinya para orientalis itu sudah mengetahuinya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: โShahifah Abdullah bin Amr bin Ash diriwayatkan oleh cucunya Amr bin Syuaib dari ayahnya dari beliau radhiallahu โanhu. Maka hadtis ini adalah hadits yang tershahih. Bahkan sebagian ulama ahlul hadits menjadikannya sederajat dengan sanad Ayyub dari Nafiโ dari Ibnu Umar (rantai emas). (Zaadul Maโad, juz 3 hal. 458)
Riwayat di atas dikatakan tershahih, karena rantai para perawinya hanya ada 3 orang dan semuanya terpercaya.
Apakah setelah penjelasan ini para pengingkar sunnah masih ragu-ragu terhadap hadits-hadits Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam?
Sungguh tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak hadits, kecuali kemalasan mereka untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam. Karena pada intinya semua yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam secara rinci perintah dasarnya ada dalam al-Qurโan. Seperti perintah untuk menegakkan shalat lima waktu dengan rincian-rinciannya. Kalau mereka jujur mengikuti al-Qurโan, niscaya mereka akan dapati semua gerakan-gerakan dan bacaanya ada dalam al-Qur-โan.
Mengapa mereka tidak shalat?
Wallahu aโlam
Sumber : Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi: 140/Th. III 15 Jumadil ula 142 H/01 Juni 2007 M
Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari Jumโat. Ongkos cetak dll Rp. 200,-/exp. tambah ongkos kirim. Pesanan min 50 exp. bayar 4 edisi di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiyaโus Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab & Pimpinan Redaksi: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Sekretaris: Ahmad Fauzan/Abu Urwah, HP 081564634143; Sirkulasi/pemasaran: Abu Abdirrahman Arief Subekti..